CIREBON – Komisi I DPRD Kota Cirebon mendesak kepada Pemerintah Kota Cirebon untuk mengambilalih pengelolaan lahan pemakaman Kutiong di Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Harjamukti.
Pemkot juga direkomendasikan untuk menertibkan dan menegakkan Peraturan Daerah Nomor 8/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam perda tersebut diatur bahwa lahan pemakaman Kutiong merupakan kawasan ruang terbuka hijau (RTH).
Rekomendasi tersebut disampaikan Komisi I melalui rapat dengar pendapat di ruang Griya Sawala Gedung DPRD, Kamis (25/3). Rapat tersebut dihadiri tokoh masyarakat etnis Tionghoa Cirebon, Pemerintah Kota Cirebon, Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Cirebon, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Cirebon, serta instansi lain yang berwenang dalam persoalan lahan makam Kutiong.
Ketua Komunitas Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Kota Cirebon, Andi Riyanto Lie SE menyampaikan, permasalahan di lahan pemakaman bagi warga Tionghoa tersebut bukan sekedar penjarahan lahan kuburan saja, melainkan juga kegagalan pemerintah daerah yang tidak bisa mempertahankan lahan yang berfungi sebagai RTH.
Faktanya, sebagian lahan pada areal pemakaman tersebut dialihfungsikan oleh oknum masyarakat dengan mendirikan bangunan liar dan rumah semi permanen.
Pria yang juga anggota Fraksi Nasdem DPRD Kota Cirebon itu menyayangkan, areal pemakaman tersebut dijadikan sarang aktivitas peredaran obat terlarang. Bahkan, pernah dijadikan tempat praktik prostitusi.
“Lahan pemakaman seluas lebih dari 27 hektare itu sudah masuk ke lembaran negara berstatus RTH, tapi kok pemerintah daerah kalah oleh oknum? Sudah diserobot, sekarang disalahgunakan jadi tempat peredaran narkoba, bahkan prostitusi,” kata Andi.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Cirebon, Andrie Sulistio SE mengatakan, rapat membahas persoalan tersebut sudah tiga kali dilakukan. Rapat sebelumnya, DPRD mengusulkan kepada Pemkot Cirebon untuk membentuk tim penyelesaian masalah lahan Kutiong. Akan tetapi tidak kunjung berjalan.
Atas dasar itu, Komisi I DPRD merekomendasikan kepada Pemkot Cirebon untuk membentuk tim penanganan dan penertiban lahan pemakaman Kutiong. Hal itu bertujuan agar Pemkot mendapatkan legal standing untuk penguasaan lahan pemakaman Kutiong dari BPN.
Di samping itu, Komisi I juga merekomendasikan kepada Badan Keuangan Daerah (BKD) untuk tidak menerbitkan surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada pemilik bangunan di sana, karena berstatus ilegal. Termasuk memberi rekomendasi kepada Kelurahan Harjamukti untuk tidak menerbitkan surat apapun yang berkaitan dengan legalitas lahan tersebut. Sebab akan menimbulkan masalah terkait penguasaan lahan makam.
Komisi I bahkan berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyikapi persoalan lahan pemakaman Kutiong, karena penyelesaiannya berlarut-larut. “Pansus dibentuk juga bertujuan untuk mengawasi kinerja tim yang dibentuk pemerintah daerah, agar segera bisa menuntaskan masalahnya dan mendapatkan legalitas dari BPN supaya ada penindakan rumah ilegal. Mendesak pemerintah Kota Cirebon agar bisa lebih tegas,” kata Anggota Komisi I, Dani Mardani SH MH.
Sementara itu, Sekda Kota Cirebon, Drs H Agus Mulyadi MSi mengakui, rekomendasi sebelumnya dari DPRD untuk membuat tim terpadu tidak terbentuk. Akan tetapi, dia berjanji tim terpadu segera akan dibentuk atas persetujuan walikota.
Rencananya, unsur tokoh masyarakat dari etnis Tionghoa pun akan dilibatkan dalam tim. Agar dapat mengawal jalannya penyelesaian permasalahan lahan dan unsur pelanggaran di dalamnya. Agus mengatakan, lahan tersebut berstatus milik negara bebas.
Artinya, ada titik terang di mana pemerintah bisa menguasai lahan tersebut secara penuh. Terlebih, secara kronologis, pemanfaatan lahan berstatus milik negara bebas bisa dikuasasi secara penuh oleh Pemkot Cirebon seperti pemanfaatan untuk Pasar Harjamukti dan Kalitanjung. (Humas DPRD Kota Cirebon)